©pesonascience.blogspot.com. Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 21 Februari 2011

FLYOVER TIDAK DAPAT DIANDALKAN DALAM MENGATASI KEMACETAN


Flyover atau jembatan layang kerap kita temukan di kota-kota besar di Indonesia, selain memperindah, mempertegas serta menunjukkan kota tersebut ialah kota besar yang berkembang pesat dimana rata-rata masyarakatnya mempunyai mobilitas yang tinggi namun selain itu salah satu fungsi utamanya ialah untuk mengurai kemacetan yang terjadi maupun untuk mempersingkat jarak tempuh dari satu tujuan ke tujuan lainnya.

Memang benar pembangunan flyover di kota besar dengan tingkat mobilitas yang tinggi salah satunya bertujuan untuk mengurai kemacetan yang ada, dengan adanya alternatif jalur melalui flyover para pengendara dapat menentukan jalur mana yang akan dilewatinya untuk menghindari kemacetan maupun mempersingkat waktu perjalanan.

Namun jika ditelaah lebih lanjut dengan memperhatikan faktor lainnya pembangunan flyover bukanlah cara yang efektif untuk mengurai kemacetan kalau tidak di imbangi peraturan lainnya, misalnya pembatasan jumlah kendaraan bermotor, umur pakai kendaraan, maupun jumlah kendaraan yang akan diproduksi oleh produsen. Untuk hal yang terakhir disebutkan mungkin bagi pemerintah dalam membatasi jumlah produksi kendaraan bermotor yang dikeluarkan oleh produsen sangatlah sulit, banyak pertimbangan-pertimbangan sebelum mengambil keputusan, bisa jadi sumber devisa negara banyak dari pajak kendaraan bermotor dan pertimbangan-pertimbangan lainnya yang tidak kita ketahui. Jika pemerintah tidak tegas dan segera membuat peraturan untuk mengatasi hal ini, bisa kita lihat 5 atau 10 tahun kedepan apa jadinya kota-kota yang ada di Indonesia, bisa saja kota menjadi lumpuh total.

Aturan lain yang mungkin saja bisa diterapkan ialah dengan menaikkan pajak kendaraan bermotor, atau dengan menerapkan tarif parkir yang tinggi yang telah diterapkan oleh sebagian negara-negara maju seperti Inggris, Perancis, Hongkong, dengan demikian orang akan enggan menggunakan atau akan mempertimbangkan akan membeli kendaraan baru. Cara lain ialah dengan menggalakkan program-program yang bertema lingkungan seperti go green, car free day, bike to work, back to nature dan sebagainya serta masih banyak cara lainnya dalam mengatasi kemacetan, emmang dalam membuat suaatu aturan tidaklah mudah.

Seperti yang kita ketahui daya beli masyarakat Indonesia golongan menengah ke atas tergolong baik, kita lihat saja hampir setiap hari kita melihat dijalanan kendaraan baru bermunculan, tentu kita mengetahui dengan jelas perbedaan yang mnecolok untuk mengetahui kendaraan yang beru keluar dari showroom, ditambah dengan mudahnya proses untuk mendapatkan kendaraan baru yang tidak begitu sulit, misalnya saja untuk kendaraan roda dua dengan uang muka berkisa Rp. 1.000.000 orang bisa membeli motor baru dengan angsuran yang begitu murah per bulannya, terlebih para agen atau distributor tengah gencar-gencarnya membuat promo untuk menarik calon pembeli seperti promo cash back, free angsuran 1 bulan, atau bonus lainnya serta dengan uang muka dan angsuran yang begitu terjangkau oleh masyarakat.

Tidak ada manfaatnya bagi kota yang memiliki atau yang akan membangun sebuah flyover dengan megah dan modern dengan menghabiskan dana bermilyaran bahkan hingga trliyunan untuk membangunan flyover jika jumlah kendaraan bermotor semakin hari, bulan, tahun terus meningkat. Kelak perluasan jalan, penambahan jalan tidak akan efektif untuk mengatasi kemacetan jika sumbernya tida mampu ditekan yaitu kendaraan itu sendiri.

Optimalkan Sarana Transportasi Umum

Salah satu cara diantaranya untuk mengatasi kemacetan ialah dengan mengooptimalkan sarana transportasi umum. Mengoptimalkan sarana tranasportasi secara menyeluruh mulai dari tata cara pengelolaan, kendaraan yang digunakan, tata tertib dalam berkendara, aturan-aturan yang tegas, memperhatikan dari segi keamanan dan kenyamanan, tempat dan sebaginya.

Kita tahu sebagian penduduk Indonesia memiliki watak yang keras kepala dalam arti mematuhi aturan-aturan yang berlaku, disipliin yang kurang, kurangnya kesadaran, serta berbuat sesukanya, lain halnya dengan masyarakat negara-negara maju yang rata-rata hampir keseluruhannya taat pada aturan, disiplin yang tinggi, mau menjaga apa yang telah diberikan oleh negara seperti fasilitias umum dan fasilitas sosial dan masih banyak hal positif lainnya yang dapat kita jadikan contoh.

Jalankah Fungsi Pemerintah Dalam Mengatasi Kemacetan?

Memang benar dinegara kita bukan hanya masalah kemacetan saja yang harus diselesaikan, masih banyak juga masalah lainnya yang lebih penting yang harus diselesaikan, seperti masalah kemiskinan, pengangguran dan sebagainya yang tak henti-hentinya melanda negara terciinta ini namun apa salahnya jika kita juga memperhatikan masalah yang mungkin dianggap sepele namun jika tidak ditanggapi dengan serius akan berdampak fatal nantinya.

Dalam melihat masalah ini pemerintahan yang dimaksud adalah menyeluruh bukan hanya presiden sebab presiden mempunyai menteri beserta lembaga yang dipimpinnya yang masing-masing punya wewenang dan tanggung jawab tugas yang harus dilaksanakan sesuai dengan bidang masing-masing plu anggota Dewan Perwakilan Rakyat dengan komisi-komisinya sesuai dengan tugas dan kewajiban sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Sering kali kita mendengar dan melihat berita di media cetak maupun elektronik bahwa adanya studi banding yang dilakukan aparat pemeriintahan baik yang dipusat maupun yang di daerah ke luar negeri dengan tujuan untuk mempelajari hal-hal apa saja yang bisa kita adopsi atau kita ambil manfaatnya untuk di terapkan di negara atau didaerah. Hendaknya dalam studi banding tersebut juga dijadikan salah satu pembelajaran bagaimana negara maju dalam mengelola atau mengatasi kemacetan di negaranya, tidak hanya sekedar melancong menghabiskan uang negara.

Rabu, 09 Februari 2011

GANGGUAN KEJIWAAN

       Gangguan jiwa adalah gangguan dalam : cara berpikir (cognitive), kemauan (volition, emosi (affective), tindakan (psychomotor). Dari berbagai penelitian dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa (Neurosa) dan Sakit jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting diantaranya adalah: ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (Convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk dsb.
Contoh gangguan kemauan: pasien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku. Pasien susah sekali bangun pagi, mandi merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan. Banyak sekali jenis gangguan kemauan ini mulai dari sering mencuri barang yang mempunyai arti simbolis sampai melakukan sesuatu yang bertentangan dengan yang diperintahkan (negativime) Contoh gangguan emosi: pasien merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham kebesaran). Pasien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung karno dsb. Tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya. Contoh gangguan psikomotor : Hiperaktivitas, pasien melakukan pergerakan yang berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atu menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh. Berdasarkan gejala-gejala yang muncul gangguan jiwa kemudian dikelompokan menjadi beberapa jenis.


Klasifikasi Gangguan Jiwa

     Ada beberapa klasifikasi ganguan jiwa, tetapi yang paling sering digunakan adalah Klasifikasi menurut ICD-10 / PPDGJ-III dan DSM-IV. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) menyusun klasifikasi gangguan kejiwaan diantaranya sebagai berikut :
1.      Gangguan psikomatik (schizophrenia)
Schizophrenia termasuk dalam kelompok psikosis fungsional. Psikosis fungsional merupakan penyakit mental secara fungsional yang non organis sifatnya, hingga terjadi kepecahan kepribadian yang ditandai oleh desintegrasi kepribadian dan maladjustment sosial yang berat, tidak mampu mengadakan hubungan sosial dengan dunia luar, bahkan sering terputus sama sekali dengan realitas hidup; lalu menjadi ketidakmampuan secara sosial. Hilanglah rasa tanggungjawabnya dan terdapat gangguan pada fungsi intelektualnya. Jika perilakunya tersebut menjadi begitu abnormal dan irrasional, sehingga dianggap bisa membahayakan atau mengancam keselamatan orang lain dan dirinya sendiri, yang secara hukum disebut gila (Kartono, 1989 : 165).
Schizophrenia disebabkan oleh hal yang multikompleks, seperti ketidakseimbangan neurotransmitter di otak, faktor edukasi dan perkembangan mental sejak masa anak-anak, stressor psikososial berat yang menumpuk, dengan sifat perjalanan penyakit yang progresif, cenderung menahun, (kronik), eksaserbasi (kumat-kumatan), sehingga terkesan penderita tidak bisa disembuhkan seumur hidup.
  
2.      Gangguan cemas (panic attack, phobia)
Gangguan kecemasan umum
Gangguan kecemasan umum ditandai dengan gejala kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan (harapan yang mengkhawatirkan). Serangan meliputi sejumlah kejadian atau aktivitas (pekerjaan, prestasi sekolah). Individu merasa sulit untuk mengendalikan ketakutanya.

Fobia sosial dan fobia spesifik
Fobia sosial merupakan parasaan takut akan mendapatkan penghinaan atau keadaan yang memalukan di depan publik. Dengan istilah yang gampang dimengertidan dikenal luas dalam kata-kata sehari-hari dinyatakan takut akan malu-maluin.
The World Assosiation Clinical Review (1996) mengatakan; "Seseorang dengan fobia sosial emmpunyai ketakutan yang tidak sesuai dan dinilai negatif terhadap situasi sosial".
Ketika situasi anxietas muncul pasien mengalami gejala somatik karena kecemasanya. Sebagai faktor pencetus timbulnya Fobia Sosial antara lain perkenalan,emenmui seseorang, menggunakan telpon, emndapat kunjungan, diperhatikan ketika melakukan sesuatu, digoda, makan bersama kenalan atau keluarga di rumah, menulis di depan orang lain, dan berbicara didepan umum.
Fobia spesifik adalah rasa takut yang jelas menetap terhadap suatu obyek-situasi tertentu, misalnya naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, suntikan, dan melihat darah. Fobia spesifik merupakan perasaan takut terhadap hal-hal yang tidak termasuk dalam kriteria agorafobia atau fobia sosial.
3.      Gangguan dissosiatif (contoh: multiple personality)
Secara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan peng-inderaan-an segera (awareness of identity and immediate sensations) serta control terhadap gerak tubuh.
Dalam penegakan diagnosis gangguan Disosiatif harus ada gangguan yang menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang.
Ada beberapa penggolonga dalam gangguan disosiatif, antara lain adalah Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif.
Penyebab
Gangguan Disosiatif belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan organik yang dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada saat anak-anak namun tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya gangguan disosiatif ini bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali, dan berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan disosiatif.
Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa :
1. Kepribadian yang Labil.
2. Pelecehan seksual
3. Pelecehan fisik
4. Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai )
5. Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan.
      Identitas personal terbentuk selama masa kecil, dan selama itupun, anak-anak lebih mudah melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma walaupun itu terjadi pada orang lain.
4.      Gangguan somatisasi (contoh : hipokondria, pain, conversion)
Gangguan Somatisasi
Ganguan ini ditandai dengan adanya keluhan-keluhan berupa gejala fisik yang bermacam-macam dan hampir mengenai semua sistem tubuh. Keluhan ini biasanya sudah berlangsung lama dan biasanya keluhannya berulang-ulang namun berganti-ganti tempat. Pasien biasanya telah sering pergi ke berbagai macam dokter ( doctor shopping ). Beberapa pasien bahkan ada yang sampai dilakukan operasi namun hasilnya negatif. Keluhan yang paling sering biasanya berhubungan dengan sistem organ gastrointestinal ( perasaan sakit, kembung, bertahak, mual dan muntah ) dan keluhan pada kulit seperti rasa gatal, terbakar, kesemutan, baal dan pedih.
Pasien juga sering mengeluhkan rasa sakit di berbagai organ atau sistem tubuh, misalnya nyeri kepala, punggung, persendian, tulang belakang, dada atau nyeri saat berhubungan badan. Kadang juga terdapat keluhan disfungsi seksual dan gangguan haid. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Biasanya bermula sebelum usia 30an dan telah berlangsung beberapa tahun. Pasien biasanya tidak mau menerima pendapat dokter bahwa mungkin ada dasar psikologis yang mendasari gejalanya.
Gangguan Hipokondrik
Berbeda dengan gangguan somatisasi, pada hipokondrik pasien biasanya mengeluhkan satu penyakit berat yang dalam pemeriksaan penunjang tidak ditemukan adanya kelainan yang mendasarinya. Pasien merasa yakin bahwa ada sesuatu yang salah dalam dirinya dan selalu ingin diperiksa untuk memastikan adanya gangguan pada tubuhnya. Hal lain yang berbeda dengan gangguan somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya. Pasien hipokondrik lebih menekankan pada pemeriksaan untuk mendeteksi penyakitnya bahkan pada pemeriksaan mahal sekalipun dan selalu mendesak dokter untuk melakukan hal tersebut. Jika dokter tidak mau menuruti keinginan pasien, pasien biasanya akan mencari dokter lain sehingga pada pasien seperti ini sering ditemukan adanya riwayat kunjungan ke dokter yang sangat banyak.
5.      Gangguan tidur (contoh: insomnia, mimpi buruk)
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup


FAKTOR PENYEBAB DAN PROSES TERJADINYA GANGGUAN JIWA
Penyebab Umum Gangguan Jiwa
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya.  Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan,  pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar amanusia, dan sebagainya. Tabel di bawah ini Taksiran kasar jumlah penderita beberapa jenis gangguan jiwa yang ada dalam satu tahun di Indonesia dengan penduduk 130 juta orang.  Psikosa fungsional 520.000, Sindroma otak organik akut 65.000, Sindroma otak organik menahun 130.000, Retradasi mental 2.600.000, Nerosa 6.500.000, Gangguan kepribadian 1.300.000, Ketergantungan obat 17.616.000. Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun dipsike (psikogenik).
Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun jiwa. Umpamanya seorang dengan depresi, karena kurang makan dan tidur daya tahan badaniah seorang berkurang sehingga mengalami keradangan tenggorokan atau seorang dengan mania mendapat kecelakaan. Sebaliknya seorang dengan penyakit badaniah umpamanya keradangan yang melemahkan, maka daya tahan psikologiknya pun menurun sehingga ia mungkin mengalami depresi. Sudah lama diketahui juga, bahwa penyakit pada otak sering mengakibatkan gangguan jiwa.
Contoh lain ialah seorang anak yang mengalami gangguan otak (karena kelahiran, keradangan dan sebagainya) kemudian menadi hiperkinetik dan sukar diasuh. Ia mempengaruhi lingkungannya, terutama orang tua dan anggota lain serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling mempengaruhi. Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
1.1. Neroanatomi
1.2. Nerofisiologi
1.3. nerokimia
1.4. tingkat kematangan dan perkembangan organik
1.5. faktor-faktor pre dan peri - natal
2. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :
2.1. Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan)
2.2. Peranan ayah
2.3. Persaingan antara saudara kandung
2.4. inteligensi
2.5. hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
2.6. kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
2.7. Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
2.8. Keterampilan, bakat dan kreativitas
2.9. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
2.10. Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
3.1. Kestabilan keluarga
3.2. Pola mengasuh anak
3.3. Tingkat ekonomi
3.4. Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
3.5. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
3.6. Pengaruh rasial dan keagamaan
3.7. Nilai-nilai


 

Total Tayangan Halaman

About

Followers